Kategori
Donasi ACC
Bank Central Asia
No. Rek:
AN:
Terima Kasih
MENJADI EXPERT LEVEL DUNIA
Diposting oleh Awin Afriani di 00.47 0 komentar
Label: Motivasi
JADI PENGUSAHA MUDA,,KENAPA ENGGAK ??
Studi empiris mendukung adanya hubungan yang positif antara aktivitas kewirausahaan dan kemajuan ekonomi suatu negara. Bahkan para pakar menyatakan bahwa suatu negara bisa menjadi makmur jika memiliki sedikitnya 2% wirausaha dari jumlah penduduknya. Tahukah anda berapa jumlah wirausaha di Indonesia? Data menunjukkan Indonesia baru memiliki sekitar 0.18% wirausaha dari total penduduknya. Apalagi wirausaha muda. Berdasarkan data tersebut, mungkin sedikit terjawab pernyaan kenapa negara kita relatif tidak makmur dibanding negara tetangga seperti Malaysia,Singapura atau Brunei.
Salam SuksesMulia
Diposting oleh Awin Afriani di 00.06 0 komentar
Label: Artikel, Motivasi, Peluang Usaha
Info Pameran di Paragon-Semarang
- Pameran klaster di paragon mall semarang akan dilaksanakan pada hari Rabu s.d. Minggu tanggal 13 s.d. 17 Oktober 2010 pukul 09.00 s.d. 21.00;
- Workshop pengembangan klaster akan dilaksanakan hari Kamis, 14 Oktober 2010 di Bappeda prov jateng lt VI-A pukul 08.00 s.d. 16.30 WIB;
- Karena keterbatasan space, diharapkan peserta pameran membawa barang yang tidak melebihi kapasitas stand (2,5 x 2,5) karena barang tidak diijinkan keluar dari batas stand masing-masing;
- Semua peserta diharapkan untuk mempersiapkan stok barang pameran selama 5 hari;
- Pada waktu yang sama, ada kegiatan kunjungan bisnis pengusaha Kamboja ke Semarang, dan berlaku sebagai SKPD penyelenggara adalah BPMD Prov. Jateng, akan diupayakan adanya kunjungan ke lokasi pameran klaster antara tanggal 14 - 16 Oktober;
- Loading barang ke paragon mall, dapat dilakukan mulai pukul 21.30 wib, sehingga semua peserta diharapkan dapat menyesuaikan;
- Dengan fasilitasi dari Bappeda Provinsi Jateng, akan dilakukan temu teknis kegiatan tersebut, dengan waktu yang akan diberitahukan lebih lanjut
Diposting oleh Awin Afriani di 05.25 0 komentar
Berbakat Jadi Hebat (Rio Purboyo)
penguasaan. Kita jadi sadar bagaimana bakat kita muncul dan bagaimana ia bisa kita ubah jadi amalan unggulan, dengan berlatih, lagi dan lagi. Kita jadi mengerti betapa bakat yg ada bukanlah bakat yg matang, tapi bakat yg siap untuk dimatangkan. Inilah kepakaran yang sebetulnya.
Merasa nikmat | Merasa terlibat | Merasa bermanfaat. Menurut Martin Selligman, ialah cara berbahagia. Dan bukankah ini pula yg kita rasakan saat memaksimalkan penggunaan bakat. "Berbakat Jadi Hebat".
Salah satu rizki terbesar dalam perjalanan kepakaran, ialah kemudahan tersedianya sumber daya, yang terkadang entah darimana hadirnya. Yang bisa berupa bacaan yang cocok saat dibutuhkan, intisari pengalaman dari seseorang, diskusi intensif dengan guyuran pertanyaan yang memberdayakan. Siip khan? "Berbakat Jadi Hebat".
Menulis -bahkan dengan buku saku kecil pun- ialah kebiasaan "kecil" yang efektif dan praktis dalam melejitkkan kualitas bakat menuju kepakaran. Dengannya kita bisa melatih diri kita untuk tulis+produksi+revisi apa pun lintasan pikiran yang ada. Di dalamnya kita merefleksikan gagasan kita, entah sebagai pemilik, pengguna, pengedar, atau pun pengamat.
Ketika kuberubah, segalanya berubah bagiku. Semakin baik perubahanku, dalam pandanganku, semakin baiklah dunia di sekelilingku. Mungkin itu sebabnya kita diajarkan untuk perbaiki diri, lagi dan lagi, hingga gunakan seluruh potensi kebaikan yang tersedia. Dengannya masa depan jadi lebih baik, meski bisa jadi tidak mudah. Toh, setelah kesulitan hadir kemudahan bukan?
"Seringkali kuberhasil saat kerjakannya | Orang lain bilang padaku bahwa aku berbakat kerjakannya | Kupernah dipergoki dengan penghargaan/pujian karena hasil kerjaanku." ialah 3 dari sekian penanda BAKAT TERBESAR kita. Sudahkah kenalinya? Seringkah gunakannya?
Diposting oleh Awin Afriani di 18.55 0 komentar
Prasetio, Raup Laba dari Ayam Organik
Budaya menyantap makanan organik kini sedang menjadi tren bagian dari gaya hidup sehat. Sebab, bahan makanan organik bebas dari berbagai jenis pestisida dan zat kimia yang bisa membahayakan tubuh. Sejauh ini, jenis makanan organik lebih banyak berupa sayur mayur dan tanaman organik seperti beras organik, cabai organik, hingga kangkung organik. Belakangan, tren organik meluas hingga ke bahan makanan yang berasal dari hewan ternak seperti ayam organik.
Prasetio Yuwono, salah satu pengusaha yang telah menekuni bisnis ayam organik sejak 2008. Dia melihat masyarakat membutuhkan pasokan ayam yang sehat dan bermanfaat bagi tubuh. Bersama Gina Dyah Miranti dan Agus Hanif, anak dan menantunya, mereka melakukan penelitian dengan memelihara ayam tanpa antibiotik, vaksin, dan hormon sejak 2002.
Hasilnya, ayam organik yang dihasilkan oleh peternakannya di Desa Jeglong, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, telah lulus Laboratorium Pengujian Veteriner Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta Departemen Pertanian Ditjen Bina Produksi Peternakan. Ayam organik produksinya dinyatakan tidak mengandung residu antibiotik erytromycin, kanamycin, tetracyclin, penisilin, logam berat Arsen, Pb (timbal), maupun Cr (crom), serta bebas virus flu burung dan penyakit New Castle. "Seluruh proses produksi ayam bebas dari bahan kimia dan rekayasa genetika, mulai dari pengembangbiakkan sejak dari benih, lingkungan, hingga pengemasan," paparnya saat ditemui di gerai Healthy Chicken miliknya di Jalan Ngaglik Baru No 22.
Pada 2008, Prasetio mulai menjual ayam organik. Awalnya, dia hanya memasarkan ayam organik di Supermarket Gelael Citraland Mall. Kemudian secara bertahap, produksi ayam organiknya terus meningkat hingga mampu menghasilkan 1.200-an ekor ayam per minggu tiap kandang, dari enam kandang yang dimiliki. Kenaikan produksi itu diikuti peningkatan permintaan dari beberapa kota seperti Surabaya yang mencapai 2.000 ekor per minggu, Yogyakarta 250 ekor per minggu, Bandung 1.500 ekor per minggu, dan Semarang 1.500 ekor per minggu. Maklum, ayam organik terbilang sehat dan tidak berisiko membawa penyakit. "Selain punya 5 gerai cabang di Semarang, kami sedang merintis pasar untuk Denpasar, Solo, dan Irian Barat," katanya.
Dari bisnis ini, Prasetio mengantongi omzet lumayan besar. Hitung saja, dia menjual ayam organik Rp 38.500 per ekor. Setiap minggu, dia sanggup memasok sekitar 1.200 ekor. Selama proses pemeliharaan, ayam diberi ramuan herbal agar sehat. Ini berbeda dari kebanyakan peternak lain yang menyuntikkan antibiotik agar ayam bebas penyakit. Tak hanya pantang dengan suntikan antibiotik dan makanan berunsur kimia, ayam juga diberi minum air isi ulang untuk menghindari bakteri E Coli. "Kami memberikan ramuan dari 32 macam jenis herbal, yang mampu mencegah dan membasmi bakteri serta virus. Ramuan tersebut membuat ayam tahan penyakit, lebih lincah, tingkat kematian lebih rendah, dan nafsu makan bertambah dibanding ayam konvensional," paparnya.
Berdasarkan hasil penelitian, kadar lemak ayam organik hanya 9,9%. Ini lebih rendah dari ayam konvensional yang berkisar 25%. Sedangkan kadar proteinnya mencapai 70,8%, lebih tinggi dari ayam lain yang hanya 18,2%. (*/SM)
Diposting oleh knursapto di 18.49 0 komentar
Wisnu, Lepaskan Pekerjaan di Bank demi Bisnis
"Ke Pulau Menatang di waktu malam. Berangan disantap oleh cek Lubis. Kalau tuan dan puan datang ke Batam. Jangan lupa membawa kue bingka dan kue bilis."
Beberapa sampiran dan isi pantun di atas adalah bukti kecintaan dan kesungguhan Rosnendya Wisnu memproduksi makanan khas Melayu. Syairnya menarik, cantik dan mudah dimengerti. Tapi, untuk membangun usaha kue ini, tidak mudah bagi Wisnu. Dia mengalami berbagai kendala.
Sebelumnya, Wisnu adalah supervisor operasional sebuah bank swasta di Batam pada kurun waktu 2004-2008. Namun, keinginan bebas dan lebih Mandiri, membuat Wisnu rela meninggalkan jabatan tersebut. Tak lama, dia menggeluti usaha pembuatan kue khas Melayu. Tentu tidak mudah. Dia butuh dana, oven, bahan kue, tempat usaha, dan juga tenaga.
Ini adalah kendala awal usaha makanan yang mendukung Visit Batam 2010 ini. Untung istrinya dan keluarganya mau membantu. Ditambah lagi, kue bingka bakar dan kue ikan bilis (ikan teri) tak asing lagi di lingkungan keluarga istrinya.
Istrinya, Niwen Khairiah, yang berasal dari Belakangpadang (Melayu), kerap membuat kue-kue tersebut di hari raya Idul Fitri, Idul Adha, atau pada kegiatan dan hari bernuansa Islam lainnya.
”Awalnya cuma sedikit saja kue bingka bakar dan kue bilis tadi dibuat. Namun, respon kawan-kawan dan masyarakat sekitar sangat baik. Maka, jumlah produksi pun mulai ditingkatkan. Kini diproduksi 30 sampai 50 kota per jenis makanan. Saya kini mempunyai total delapan karyawan,” sebut Wisnu di tempat usahanya (outlet) di Ruko Puri Lengenda BLok D1 Batam Centre.
Latar belakang pendidikan Sarjana Komputer di STIMIK AKI Semarang (1995-2000), memang tak nyambung dengan kegiatan yang digelutinya saat ini. Tapi, Wisnu pantang mundur. Kendala memproduksi dan mempercantik hasil makanan terus dilakukan. Ilmu marketing dipelajari otodidak dan bertanya kepada orang lain.
Wawasannya tentang kue dan usaha bertambah. Hasilnya, produk dua jenis makanan tadi kini sudah dikemas dalam kemasan (kotak, red) yang cukup cantik. Rasa pun tidak diragukan. Biasanya, ikan bilis keras kalau dimakan. Oleh Wisnu, ikan bilis tadi malah lembut, dan makin harum. Rasanya semakin gurih setelah dibungkus tepung yang dililit di sekujur tubuh bilis. Kue bilis ini bisa dimakan dengan nasi atau jadi cemilan.
Tak puas dengan satu tempat usaha, anak kedua dari empat saudara ini, melebarkan sayapnya dengan membuka cabang usaha di tiga tempat lainnya, yaitu di Komplek Trikarsa Equalita Blok A No 30 Batam Centre, Kios Kaki 6 Mega Legenda, dan di B’Store Pacific Palace Hotel Jodoh.
Bapak dari Naya dan Adam ini mengaku, outlet perlu ditambah, karena tak semua orang tahu dan bisa menjangkau ruko Puri Legenda. Penambahan otlet tadi membuat produknya makin dikenal wisatawan nusantara dan mancanegara. (*/Batampos)
Diposting oleh knursapto di 18.46 0 komentar
Robby, Sukses Berkat Kentang Goreng
Kegagalan adalah awal kesuksesan. Pepatah tersebut cocok menggambarkan usaha Robby Widjaya, untuk berwirausaha. Sekitar empat tahunan yang lalu, pria yang hingga saat ini masih menjadi pemasok peralatan farmasi, nekad membuat bisnis sampingan dengan empat orang rekannya.
Saat menggali ide, dia dan rekan-rekannya sepakat untuk membuat bisnis yang simpel dan unik dibanding usaha-usaha yang pernah ada. “Kami temukan yang tepat adalah bisnis kentang goreng. Nah untuk membuatnya beda, jika kentang goreng lazimnya hanya dilengkapi dengan saus sambal, kami melengkapi dagangan kami dengan mayonnaise dan aneka saus rasanya beraneka ragam,” jelas pria satu anak ini.
Ide telah dicetuskan. Berbagai resep andalan juga telah ditemukan. Maka per 8 Desember 2005, berdirilah bisnis kentang goreng dengan nama 'K-Patats' sebagai merek dagangnya. “Abjad ‘K’ singkatan dari King yang artinya raja.
Sedang ‘Patat’ dalam bahasa Belanda artinya kentang. Melalui nama ini kami berharap bisa menjadi raja dengan merintis dan menciptakan sesuatu yang baru dalam bisnis kentang goreng di Indonesia,” urainya.
Namun, tak semua keindahan yang dibayangkan bisa langsung teruwjud. Saat memulai usaha tersebut, outlet pertama yang didirikan di Pasar Atum sempat mengalami kerugian.
“Di tiga bulan pertama penjualan kami, omzet per bulan selalu di bawah Rp 100 ribu. Itu sangat menyedihkan bagi kami yang membangun bisnis ini dengan modal patungan hingga puluhan juta rupiah,” kisahnya.
Di masa-masa sulit tersebut itulah, lanjutnya, komitmen dari kelima pebisnis ini diuji. Beberapa sempat berniat mundur karena beranggapan bisnis ini tidak prospektif. Namun diputuskan bahwa bendera K-Patats harus dipertahankan hingga seluruh harapan dapat diwujudkan.
Setelah bekerja keras dengan melakukan promosi di lokasi tempat outlet berdiri. “Kami mempromosikan bila kentang baik untuk badan. Mengenyangkan, tapi tidak menggemukkan,” ujarnya.
Masuk bulan keempat bisnis tersebut seolah mendapat ‘program akselerasi’. “Persentase pertumbuhannya dari bulan ke bulan tidak hanya mencapai puluhan, melainkan ratusan persen. Karena itu saya menyebut bahwa kuncinya tidak ada yang lain, hanya komitmen. Itu saja,” tukasnya.
Bahkan tegas Robby menggarisbawahi bahwa kuatnya seseorang dalam memegang komitmen berbisnis adalah faktor pembeda utama antara seoarang wirausahawan sejati dengan orang-orang yang berwirausaha hanya karena terpaksa ataupun ikut-ikutan tren semata.”Jadi bukan hanya konsep kami yang unik, tapi komitmen untuk mengembangkan bisnis juga menjadi pendorong suksesnya bisnis ini,” katanya.
Outlet yang awalnya sepi pembeli, perlahan mulai dijejali pelanggan dari mulai anak-anak, remaja hingga orang-orang dewasa. “Saya masih ingat bahwa sekitar pertengahan 2006, setiap pembeli itu harus mengantre sampai dua jam untuk mendapat satu porsi kentang goreng kami. Pelanggan yang menumpuk di satu waktu bisa mencapai 80-an orang,” urainya bangga.
Bahkan, pihaknya sempat memakai sistem ‘inden’ dengan memesan dan bayar di muka kemudian ditinggal berbelanja dulu sebelum akhirnya kembali untuk mengambil pesanan.
Untuk mengatasi hal itu, Robby dan rekan-rekannya sepakat untuk memugar outletnya di Pasar Atom tersebut agar lebih luas sehingga dapat menampung pembeli lebih banyak. Peralatan masak pun diperbanyak agar bisa melayani pesanan dalam saat bersamaan secara cepat.
“Pasca itu, memasuki September baru kami memikirkan menawarkan sebagai franchise. Pada bulan yang sama kami menemukan mitra franchise pertama. Sesuai kesepakatan, gerai kedua, ketiga dan keempat K-Patats saat itu dibuka serentak di Tunjungan Plaza, Delta (sekarang Surabaya Plaza) dan Royal Plaza,” urainya.
Dalam perkembangannya, gerai-gerai K-Patats tidak hanya berkutat di Surabaya saja. Jakarta, Bandung, Solo, Malang, Semarang hingga kota-kota di luar Jawa seperti Manado, Makassar sampai Jayapura telah menjadi areal perluasan bisnis kentang goreng dengan aneka jenis saus tersebut.
Salah satu kota yang menjadi persebaran K-Patats, disebutkan Robby, adalah Tanjung Selor, Kalimantan Timur. Kota ini merupakan sebuah pulau tersendiri yang harus ditempuh menggunakan speed boat selama satu jam dari Kota Tarakan.
“Dari seluruh outlet yang ada, outlet di Tanjung Selor ini yang paling rumit dalam hal pengiriman bahan bakunya. Namun ini justru bagi kami tantangan dan bahkan penyemangat bahwa di sana pun demand kami ada,” paparnya.
Hingga saat ini, menurut Robby, outlet di Tanjung Selor telah eksis selama dua tahun. Dengan susahnya akses yang otomatis berdampak pada harga jual, outlet tersebut terbukti masih bisa bertahan dan bahkan penjualannya relatif mampu bersaing dengan outlet-outlet lain yang notabene lebih mudah dijangkau dari Jawa.
“Saat ini kami sedang berhitung tentang kemungkinan membuka outlet di luar negeri. Mungkin Singapura atau Malaysia. Selain itu kami berharap suatu saat K-Patats tidak lagi berupa booth saja, namun bisa berkembang serupa resto-resto cepat saji yang ada saat ini,” pungkasnya
Memasuki tahun kelimanya ini, K-Patats telah mempunyai outlet hingga 40-an unit yang tersebar di seluruh Indonesia. (*/Surabaya Post)
Diposting oleh knursapto di 18.35 0 komentar